Indonesia dinilai harus banyak belajar dari Singapura dalam menerapkan kebijakan tax refund untuk turis asing. Penerapan insentif pajak ini penting bagi negara yang menginginkan pariwisata menjadi ujung tombak penghasil devisa.
“Saya mengalami sendiri, toko-toko kecil di Singapura melayani tax refund turis asing yang berbelanja disana,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta saat dihubungi merdeka.com, Minggu (5/10).
Pengalaman tutum juga diperkuat oleh Data Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kemenkeu. Disebutkan, Singapura memberlakukan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rendah dan bisa direstitusi. Ini menjadi penyebab banyak turis asing berbelanja di Negeri Jiran tersebut.
“Singapura telah menerapkan Goods and Service Tax (GST) atau pajak layanan dan barang sejak 1994 sebesar 3 persen hingga 7 persen. Jadi setiap turis yang membeli barang di wilayah Singapura dan dikenakan GST, dapat melakukan klaim untuk mengembalikan pajak tersebut pada saat turis akan keluar dari Singapura,” ungkap data tersebut.
Negeri Merlion itu menetapkan dua operator pengembalian GST, yaitu Global Refund dan Premier Tax Free. Toko-toko yang bekerja sama dengan kedua operator ini biasanya memasang tanda “Tax Refund” atau salah satu logo dari operator GST.
Toko atau outlet yang tidak tergabung dalam program GST refund bisa menjalankan program tax refund sendiri. Setiap toko tersebut bisa saja memiliki kebijakan berbeda satu sama lain.
Semisal, tax refund bisa dalam bentuk uang kas, cek atau voucher menarik yang dapat membuat wisman berkunjung kembali.
Pemerintah Singapura memberlakukan skema tax refund elektronik (e-trs) yang memudahkan turis asing lantaran tak perlu antri. Sistem elektronik itu juga dilengkapi oleh banyak bahasa dan mudah digunakan (user friendly).
Sumber : Merdeka.com